Engkau ada dan tumbuh dalam rahimku, 9 bulan lebih engkau menyatu dalam tubuhku, nafasmu adalah nafasku. Ketika pecah lengking tangis pertamamu, seakan menyatakan kehadiranmu. Celoteh dan tawamu bagai lagu merdu ditelingaku Menghapus duka dan lelah setelah bekerja seharian Harum tubuhmu adalah parfum kehidupan yang selalu mengingatkanku akan tugas dan kewajiban memberi yang terbaik bagimu. Doa ayah-bunda selalu menyertaimu 12 Juni 2006
Buah Hatiku
Monday, September 25, 2006
Kisahku: Rambutku Kering, Aku Tidak Seksi
Kisahku: RAMBUTKU KERING, AKU TIDAK SEKSI
Vanessa sangat senang membasahkan kepalanya. Aku kerap marah karena aku mengkhawatirkan Van masuk angin. Selain itu, Van paling tidak bisa dengan baju atau celana yang basah. Jadi setiap kali Van membasahkan kepalanya, otomatis berarti Van akan ganti baju. Jadi terjawab sudah keherananku jika melihat banyaknya tumpukan baju yang di setrika. Jadi satu ketika, aku mempertanyakan pada Van apa yang dilakukannya.
”Van, mengapa selalu membasahkan rambut?”
’Karena rambutku kering” ujar Vanessa
”Loh, semua orang juga begitu, nak. Rambut basah hanya kalau sesudah mandi. Lama-lama akan kering juga” Ujarku menjelaskan.
”Tapi kalau rambutku kering aku tidak seksi. Kan papa juga selalu basahin rambutnya” Jawab Van dengan lugu. Pertama, aku sungguh terkejut dengan istlah yang digunakan Van. Kedua, sungguh aku tidak menyangka, kebiasaan Frisch membasahkan kepala di tiru Van.
Dua hal tadi memang bersumber dari papanya. Papanya memang tidak tahan dengan panas, sehingga jika cuaca panas, Frisch bisa berkali-kali ke kamar mandi membasahkan rambutnya. Untuk istilah seksi, Frisch pun kerapkali berkomentar saat Van selesai mandi ”Aduh wajahmu seksi sekali kalau rambutmu basah!”
Aku yakin Van tidak paham dengan ucapan papanya tapi papanya lupa, komentar itu sering dilontarkan hingga membekas dalam memori Van. Ujung-ujungnya aku yang ngomel lantaran Van sering membasahi kepala dan berganti baju.
Pernah dalam satu kesempatan berdiskusi dengan pakar psikologi perkembangan anak Dra. Surastuti Nurdadi, M.Si, beliau mengatakan sesuatu yang diingat seorang anak adalah hal yang terus menerus didengar atau dilihat.
Pernah suatu ketika, saya merasa jengkel ketika Bastiaan mempertanyakan mengapa ia, tidak boleh main play station di hari sekolah. Padahal aku sudah mnejelaskan panjang dan lebar alasannya.
”Ma, mengapa aku tidak boleh main play station?” tany Bas
”Karena besok bukan hari libur” Jawabku
”Iya, tapi sekarangkan aku sudah pulang sekolah”
”lalu?”
”Berarti aku boleh main play station” Simpul Bas
”Oh bukan begitu, nak. Hari sekolah, Bas harus belajar dan belajar!” Jawabku
”Aku kan sudah belajar, berati aku boleh main, please?” kali ini dengan suara memelas.
”Tidak nak. Beberapa kali mama dan papa ijinkan Bas bermain PS tapi Bas tidak tepat janji. Bas tidak tidur siang, Bas di suruh mandi selalu menjawah nanti, makan sayur masih protes. Mama dan papa bilang, kalau Bas dengar dan turuti apa yang mama dan papa bilang, maka mama dan papa ijinkan main PS di hari sekolah. Tapi Bas belum bisa, makanya mama dan papa tidak mengijinkan main PS kecuali besok hari libur” Jawabku menjelaskan.
”Apa sih masalahnya?” tanya Bas. Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Panjang dan lebar aku menjelaskan lalu tiba-tiba Bas bertanya ”Apa masalahnya?”
”Maksud Bas?” tanyaku heran
”Mama dan papa selalu akhirnya bertanya seperti itu, jadi aku juga tanya?” Dalam hati aku ingin tertawa. Bas tidak tahu dengan apa yang diucapkannya. Dia mengatakan itu, karena ia kerapkali mendengarkan percakapanku dengan papanya dan salah satu kalimat yang mungkin sering di dengarnya adalah pertanyaan ”Jadi apa masalahnya?’
Memang banyak cara yang dilakukan anak dalam proses belajar. Salah satunya adalah lewat proses meniru. Dan pengajar yang utama dan pertama di tiru anak-anak adalah orang-orang terdekat mereka. Bisa jadi orang tua, pembantu, atau orang-orang yang berada satu rumah dan sehari-hari beraktivitas dengan anak tersebut.
Karena kerap ditiru, maka aku merasa perlu berprilaku yang baik agar Bas dan Van meniru yang baik. Namun keterbatasan sebagai manusia yang jauh dari sempurna, seringkali aku dan suami tidak sadar kalau ada peniru di sekeliling kita.
Demikian pula anak-anakku, karena tingkat pemahaman yang terbatas baru sampai pada tahap meniru, maka Bas dan Van tidak menyeleksi yang mana yang boleh/layak di tiru.
Menurut saya di sini ada unsur menghafal. Anak tanpa sadar menghafal apa yang di lihat dan di dengar. Dan itulah yang terjadi pada Bas dan Van. Mereka meniru, baik prilaku, perkataan maupun perbuatan.
Dari dua kejadian yang kualami, aku dan suamiku membuat kesepakatan untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata jika bercakap-cakap dengan anak-anak, berprilaku dan bersikap. Karena kami punya 2 peniru kecil yang selalu siap mengejutkan kami dengan hasil tiruan mereka dari gaya bicara, gaya prilaku dan gaya bersikap kami.
Di satu sisi kami percaya hal baik dalam keseharian kami juga akan di tiru, persoalannya kami belum tahu hal baik apa yang akan mereka tiru. Karena itu yang bisa kami lakukan adalah lebih berhati-hati. Dan selalu saling mengingatkan. Memang tidak mudah menjadi orang tua tapi kami tetap selalu bersyukur karena diberi kesempatan menjadi orang tua. (Icha koraag, 25 sept 2006)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment