Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Tuesday, June 27, 2006

BELI MESIN ATM




Saya dan suami sering mengajak anak sulung kami, Bastiaan, 5 th ke ATM untuk ambil uang. Biasanya kami membiarkan ia menekan nomor PIN dan mengarahkan menekan menu perintah pengambilan uang. Bastiaan sangat senang jika uangnya ke luar.

Suatu hari, Bastiaan bersama kami sedang menonton TV dan ada iklan suatu bank yang menggambarkan banyak mesin ATM, secara spontan Bastiaan berkata:
“Papa perlu beli ATM”.
Kami heran dan balik bertanya, “Untuk apa?”.
Bastian berdiri sambil mempergakan menekan tombol ia berkata: “Supaya aku bisa bantuin Papa. Jadi kalau Papa tidak ada uang aku bisa ambil uang di ATM. ATM-nya taruh saja di teras!:”

Saya dan suami berpandangan sambil tersenyum. Tapi lebih dari itu terasa ada sembilu yang menusuk dada ini. Bastiaan datang mendekat lalu mencium kami sambil berkata: “Jadi Mama dan Papa tidak perlu kerja. Kalau mama dan Papa perlu uang, aku bisa ambilkan di ATM. 


Dengan beragam perasaan yang bercampur, aku memeluk Bas. Aku menjelaskan pada Bas dengan konsep yang paling sederhana mengenai menabung yang berarti menyisakan dan menyimpan uang. Lalu dalam jumlah tertentu di simpan di Bank. Sehingga bisa memiliki kartu ATYM, sehingga jika memerluka uang, tidak perlu ke bank. Apalagi kalau malam hari. karena Bank sama dengan kantor yang lain, yang bekerja di jam 08.00-17.00.

Dengan memiliki kartu ATM, maka untuk mengambil uang, tidak harus ke bank tapi cukup ke tempat yang ada mesin ATM-nya. Aku tidak mengerti sejauhmana pemahaman Bas menerima penjelasan. Tapi berharap ia mengerti.
 

Thursday, June 22, 2006

Mama Jangan Pergi Kerja!



Dua hari kemarin aku cuti karena harus mengurus sekolahnya Bastiaan dan Vanessa. Jadi dua hari Vanessa dan Bastiaan bersamaku. Pagi tadi ketika bersiap-siap untuk kekantor, Vanessa yang emang sedang tidak sehat (Batuk dan pilek) melarangku pergi kerja. Rengekannya sangat memelas."Mama jangan pergi kerja!" Katanya. Aku berusha menjelaskan, kan kemarin dua hari mama sudah tidak bekerja. Jadi hari ini, Vanessa dan Bastiaan dengan Bu De Dar.

Penjelasanku bukan meredakan malah memperkeras suara tangisnya. "Kemarin aku kan sama mama, sekarang aku sama mama lagi" Ratapnya. Kaki ini sangat berat untuk melangkah. Aku mendekati dan memeluknya sambil menghibur."Cantikku, cinta mama. Kan tadi malam kita sudah cerita-cerita kalau mama harus kerja. Nanti Vanessa besar, Vanessa juga kerja seperti mama. Vanessa mau jadi apa nanti, sayang?" Tanyaku sambil tetap memeluknya. Tangisnya mereda,aku membersit hidungnya dengan sapu tangan. Dia menatapku dengan sepasang bola matanya yang besar. Masih ada sisa-sisa air mata disana tapi sudah lebih hidup.

"Aku mau jadi dokter mama", katanya. Oh kayak dr. Jelita ya Nak? Tanyaku. Kemarin kami memang baru bertemu dengan adikku yang dokter Nama sebenarnya Isabella tapi entah mengapa semua keponakan merubah panggilannya dengan Jelita. Kemarin si dr. Jelita memang memelikan Vanessa satu set mainan dokter-dokteran.

Dari balik kepala Vanessa, aku minta suamiku untuk bergegas sebelum tangis Vanessa pecah lagi. "Mainannya di bawa ke Bu De?" tanyaku pelan-pelan. Vanessa mengangguk. Mari mama masukkan dalam tas mu. Vanessa turun dari pelukkanku dan memberikan tas ransel kecil warna pink miliknya. "Nanti malam kita periksa papa, kalau papa sakit yah" Kataku sambil tetap membereskan mainnanya dan memasukan ke tas.

Tiba-tiba Vanessa berkata yang bagiku terdengar sangat menyentuh. "Kenapa mama tidak tinggal saja sama aku? Aku mau sama Mama". Aku berusaha untuk menahan air mata. ada perasaan tidak enak mengusik hati ini.

"Cantikku cinta mama. Mama tetap akan selalu bersama Vanessa tapi sekarang Vanessa sama Bu De dulu". Belum lagi aku melanjutkan, Vanessa sudah memotong.

"Kenapa mama tidak memasak saja?" 
" Masak apa sayang?" tanyaku heran.
"Masak masakan aku, nanti aku makan". Aku tidak tahu harus menjawab apa, aku hanya bisa memeluk dan menggendongnya. Aku tetap harus berangkat kerja.

Kali ini Vanesa tidak menangis lagi. Aku hanya bisa berdoa, Tuhan mampukan aku melewati hari-hari ini. Masih panjang jalan yang harus kulalui sampai akhirnya aku bisa bersama vanessa setiap waktu. Aku hanya bisa berpesan pada Bastiaan untuk menjaga adiknya sampai aku dan papanya pulang. Bastiaan mengangguk dan melepaskan kepergian dengan sebuah ciuman di pipi.

Komunikasi dengan anak adalah salah satu yang menjadi perhatian utamaku. Sehingga sebisa mungkin aku selalu melakukan komunikasi. Walau terkadang ada perasaan mengganggu. Apalagi jika aku tiak mampu memenuhi harapan atau keinginan mereka.

Thursday, June 15, 2006

Kakak Anes



Bola matanya bulat penuh,
Pulang kerja aku dikejutkan dengan si bungsu, Van yang tiba-tiba membahasakan dirinya dengan sebutan Kakak Anes. Sambil menggandeng tangan mungilnya, aku berjalan ke belakang untuk mencuci tangan. Setelah mencuci tangan, aku menggendongnya.

"Hai Kakak Anes" Sapaku
"Hai Mama" Balas Van sambil memainkan rambut. Van punya kebiasaan memilin-milin rambut tapi rambut orang lain yang dekat dengannya.
"Kakak Anes sudah makan?" tanyaku
"Belum"
"Kok belum?"
"Aku baru minum susu" Jawab Van sambil tersenyu. 

Aku melihat ke arah Bu De yang mengasuh Van.
"Dari tadi tidak mau makan, Bu. Maunya susu" Jawab Bu de sebelum kutanya. Aku menarik napas. Dalam hati aku berkata "Ya iyalah, lebih mudah memberikan susu ketimbang makan".

Aku masih menimang-nimang Van, ketika sulungku mendekat.
"Hai Kakak, darimana?" tanyaku sambil menciumnya
"Dari supermarket sama Papa, beli es krim" jawab Bas.
"Aku juga Kakak!" Tiba-tiba Van memotong.
"Iya, Kakak Anes kan?"
"Emang Anes punya Ade? tanya Bas dengan wajah bingung
"Punya!" Jawab Van cepat.
"Mana?" tanya Bas lagi
"Ade Luna", Jawab Van. Aku tersenyum dan menjadi paham. Ade Luna, adalah anak tetanggaku yang baru dilahirkan kurang dari sebulan.

"Oh iya, Ade Luna. Ok Sekarang boleh Mama Mandi dulu?" tanyaku. Van mengangguk sambil turun dari pangkuanku. Van mendapat pemahaman baru mengenai makna kakak. Ia belajar bahasa lagi. Tiap hari adalah hari baru. Tiap hari ada pelajaran dan informasi baru. Terima kasih Tuhan, menjadikan aku perempuan, isri dan ibu.                                                                                               

Tuesday, June 13, 2006

Vanessa Berlakon main Sinetron

Sebagai ibu bekerja, sering saya merasa bersalah karena dalam satu hari hanya bisa bertemu dengan anak-anak sekitar 4-5 jam. Beberapa hari ini yang nampak berubah adalah si Suredut, putri bungsu saya.
Suredut merubah panggilan papa dengan ayah. Jujur saja terasa geli di telinga ini. Tapi Suredut tak jemu-jemu meralat, jika saya membahasakan papa. Ia akan memperbaiki seraya berkata " Ayah!"

Saya dan papanya tidak ambil pusing. Tapi setelah berjalan beberapa hari, kini Suredut juga merubah panggilan mama menjadi ibu. Dan Suredut membahasakan dirinya kakak Anes. Si kakak yang merasa kakak tentu saja protes.

Lalu saya bilang, kakak ya tetap kakak Bas dan Suredut kakak Anes. Mama menjadi ibu dan papa menjadi ayah. Alhasil kami sekeluarga seperti bermain sinetron.

"Ayah mana, bu?" Tanya Suredut saat saya tiba dirumah tanpa papanya.
"Oh ayah, belum belum, nak" Jawab saya setengah geli. "Kakak Anes mau telepon ayah, bu" Ujarnya lagi. saya pun menyambungkan telephone dan memberikannya berbicara dengan sang ayah.
"Ayah di mana? tanya Suredut sambil bersender di tepi lemari baju. Aku tidak tahu apa jawab ayahnya. Berikutnya yang ku dengar Suredut berkata:
"Cepat pulang ayah, kakak Anes mau cemandaan dengan ayah". Dan telephone pun di serahkan ke saya.

Cemandaan adalah bahasa Suredut untuk bercanda. saya sendiri tidak mengerti kok bisa jadi cemandaan. Kalau saya coba menelususir istilah cemandaan mungkin dari kata cuma bercanda. Soalnya kalau tiba-tiba ada yang merasa ke sakitan tapi karena tidak di sengaja, biasa akan ada yang berkata "Cuma bercanda kok". Mungkin cuma bercanda ini yang akhirnya lebur dalam bahasa Suredut menjadi cemandaan. Dan hari ini satu babak kami sudah bermain sinetron. 14 Juni 2006

Monday, June 12, 2006

Tiga Generasi: Banyak Anak Banyak Rejeki



Gambar di atas adalah gambar tiga generasi, Oma ( Olga Magdalena Parera, 24 Sept 1929), Mama (Elisa Kostrada Koraag, 20 Nov 1965) dan Suredut (Vanessa Elleanoor Monoarfa,31 Juli 2003). mama tampilkan foto kita bertiga yang diambil di akhir tahun 2005, saat oma akan merayakan natal bersama kelompok Usia Indah (Lansia) Di POUKLI. (Persatuan Oikumene Umat Kristen Larangan Indah)Anakku,
kita harus selalu mencintai asal kita. Dari mana kita berada patutlah disyukuri. Oma terlahir sebagai anak ke dua dari 7 bersaudara, sedangkan mama terlahir sebagai anak ke 7 dari sebelas bersaudara. Jaman Oma dan mama di lahirkan atau yang sering kamu bilang jadul, kami mempercayai bahwa banyak anak banyak rejeki. Namun perjalanan waktu serta situasi dan kondisi yang ada, kepercayaan itu tidak selalu benar. Mama kini meyakini setiap anak ada rejekinya.

Dulu, Oma tak pernah beristirahat memelihara kami ber 11 anak-anaknya. Mulai fajar menyingsing, Oma sudah harus bangun dan mempersiapkan keperluan kami untuk sekolah. Di saat kami sudah berangkat, Oma membereskan rumah dan mencuci pakaian serta menyiapkan masakan untuk makan siang sepulang kami dari sekolah. Oma masih menyiapkan kami "snup" untuk sore-sore. Kami tidak kenal jajan karena Oma selalu sedia kue atau kolak untuk sore-sore.

Anakku, jujur harus mama katakan,
Mama melihat betapa lelahnya Oma memelihara kami. Tapi suasana dulu sangat menyenangkan karena Oma ada dan tidak bekerja di luar rumah seperti mama. Kini walau anak mama hanya dua, mama pun nyaris tidak beristirahat karena mama bekerja di luar rumah. Menjelang malam baru kita bisa bersama-sama. Maafkan mama, nak, seandainya mama sering marah-marah, padahal kita bertemu kurang dri 4 jam dalam sehari.
Mama memang masih harus banyak belajar dari Oma. Soalnya tidak ada sekolahnya untuk menjadi orang tua. Anakku, maafkan mama bila masih banyak melakukan kesalahan dalam memelihara dan mengasuhmu karena mama masih terus belajar. Terimakasih Tuhan untuk Oma yang masih bersama kami! 13 Juni 2006

EDUT SUREDUT PAM-PAM DUT

 
Betapa Tuhan, sungguh mengasihi kami. Berbilang tahun menantikan buah-buah cinta kami, tak kunjung berujud. Di saat kami berpasrah, Tuhan menghadirkan mereka. Tepat 3 tahun usia Bas, Tuhan mengirim engkau untuk hadir menyemarakan kehidupan kami. Terhapus sudah sepi di 3 tahun pertama pernikahan kami.

Setelah bayi lelaki meramaikan kehidupan kami, Tuhan menggenapi dengan bayi perempuan. Vanessa Elleanoor Monoarfa, namamu. Di berikan papa karena terinspirasi sekaligus ngefans dengan si penggesek biola, Vanessa Mae. Apalah arti sebuah nama, karena bagiku kehadiranmu melebihi segalanya. Tak percaya tapi nyata, begitulah awalnya perasaanku padamu. Sungguh besar KasihNya, yang kembali mempercayai kami untuk membesarkan engkau.

Di 6 bulan pertama engkau di rahimku, mampu merusak semua ritme keseharian hidupku. Tak sedikit kami bertengkar karena mama tak mampu mengkonsumsi makanan. Papa yang sangat mengkhawatirkan kondisimu, sangat keras menghadapi mama. Harus mama akui, perjuangan mama sampai melahirkan engkau kedunia sangat berat. Mungkin karena usia mama yang sudha tidak muda lagi.

Istirahat di RS karena pendarahan sempat membuat mama takut kehilanganmu. Namun Tuhan memang mempercayai engkau dalam pemeliharaan kami, hanya berjarak 4 hari dari ulang tahun Bas ke-3, tepatnya tanggal 31 Juli 2003, Selasa Pk. 13.16 di RS ASIH engkau hadir mewarnai kehidupan kami. Edut Suredut Pam-pam Dut begitulah Bastiaan memanggilmu! Cinta mama dan papa selalu menyertaimu. 13 Juni 2006.

EXTRA JOSS, PAPA!








Tawamu adalah lagu merdu jiwa kami


Hai Jagoan,

Kelahiranmu membawa perubahan besar dalam hidupku. Engkau ada dalam rahimku sebagai hadiah ulang tahunku. Benar, nak. Aku tahu kau ada tepat dihari ulang tahunku. Tak putus syukur dan terimakasih ku naikkan kepada Dia, Sang Chalik yang juga pemilik kehidupan.

Berbilang tahun aku dan Papamu menanti. Rasa gelisah mulai menghantui hari-hari kami, akankah kau hadir mewarnai kehidupan kami? Berbagai cara kami tempuh. Akhirnya kami tiba pada kepasrahan pada Dia, yang maha kuasa. Walau segala daya dan upaya kami lakukan namun Dia belum mempercayai kami menjadi orang tua, maka semua menjadi sia-sia. Kamu tahu, nak. Ketika kami tiba pada kepasrahan total dan menyerahkan semua pada rencanaNya, yang kami yakini akan indah pada waktunya, engkaupun muncul dalam rahimku.

Dan hari-hari kamipun menjadi berwarna. Papa sangat rajin memutarkan musik klasik untukmu. Musik bukan membuatmu terlelap, sebaliknya engkau semakin aktif bergerak. Ketika kuusap perlahan, sambil meninabobokan, barulah engkau diam dan aku dapat tidur.

Aku memerlukan berpuluh-puluh buku untuk menuliskan istimewanya engkau ketika hadir dalam tubuhku. Namun satu hal yang pasti, engkau memberikan warna dan keceriaan bagi kami. bahkan Papa menyebutmu "Extra Joss, papa!" hanya dengan melihat dan menciummu, lelah seharian terhapus sudah. Bagiku, engkau adalah pelita kehidupan kami yang kelak menerangi hari-hari kami.

Engkaulah tumpuan cinta, kasih dan sayang serta harapan. Semoga Tuhan memampukan kami untuk mengasihi engkau! Frisch Bastiaan Calvarie Monoarfa, terukir dalam akte lahirmu. Bas, Kehadiranmu sangat berarti bagi hidup kami. Cinta kasih dan doa Mama selalu mengiringi langkahmu,Nak. (13 Juni 2006)