Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Sunday, August 09, 2015

Menerapkan Disiplin Pada Remaja

Menerapkan disipilin pada remaja adalah proses lanjutan sejak usia anak-anak (Di bawah sepuluh tahun). Konsisten dan ketegasan adalah dua hal yang penting untuk menegakan disiplin. Pada dasarnya disiplin adalah mematuhi aturan yang sudah disepakati atau diberlakukan. Mengikuti semua aturan yang disepakati, maka aktifitas bisa berjalan menyenangkan. Sebaliknya jika ada aturan yang dilanggar maka ada sanksi yang haus diberikan.

Hari Minggu ini, saya harus menerapkan sanksi pada si Sulung karena melawan dan membohongi saya dan Papanya. Minggu siang sekitar pukul 12.00, saat selesai makan siang. Anak-anak masuk kamar, saya dan Papanya duduk di ruang keluarga. Tiba-tiba Si Sulung keluar dari kamarnya dan menemui saya dan Papanya. Kata Si Sulung: "Ma, Pa aku mau ke sekolah, mau lihat pertandingan basket". Papanya langsung menjawab: "Papa ikut!" Reaksi Si Sulung langsung menolak. Saya memotong perdebatan Si Sulung dan Papanya. Saya katakan. " Kakak tidak diijinkan. Pertama, info mendadak, kedua besok sekolah. Tapi Mama masih bisa ijinkan asal Papa dan Van ikut. Karena biar bagaimanapun kamu belum punya SIM.

Saya harus akui, saya salah dengan mengizinkan Si Sulung mengendarai motor ke sekolah padahal tidak punya SIM. Awalnya, saya tidak mengizinkan, bahkan saya marah ketika Papanya memfasilitasi si Sulung ke sekolah dengan motor saat masih SMP. Semua di mulai karena si sulung dua kali harus merelakan handphonenya berpindah tangan. Pertama dicopet, kedua diambil dengan tipu muslihat.

Di atas metromini 69, Blok M-Ciledug, Sulungku ditegur seorang laki-laki dengan ptongan polisi tapi berpakaian preman. Anakku ditanya, apakah naik dari blok M? Tadi di blok M ada tawuran, maka sekarang ada pemeriksaan. Sulungku menolak tapi tasnya diambil paksa lalu diperiksa. Pertama dikeluarkan dompet lalu HP yang diberikan ke sulungku. Singkat cerita tidak ditemukan senjata tajam, maka tas dikembalikan setelah dompet dan hp dimasukan kembali ke tas oleh pemeriksa. Tapi pada waktu yang bersamaa ada lelaki lain yang ikutan ngobrol sepanjang pemeriksaan. Keduanya lelaki itu turun berjarak sekitar 100 m dari tempat anakku turun. Anakku langsung memeriksa tas dan hpnya tidak ada, anakku berlari mengejar kedua orang tadi tapi sudah tidak ada.

Pulang dengan keadaan kesal, dan marah, Sulungku memelukku dan menceritakannya. Aku hanya mengatakan, berdoa semoga memang ada yang membutkan HPmu. Dan jangan pernah kamu kejar. Bersyukur kamu tidak apa-apa. Lain reaksi Papanya yang ikutan marah dan gemas, sehingga memutuskan memberikan motor. Namun sebelum itu (kejadian dicopet) Cukup lama Si sulung  menceritakan ketidaknyamanan di atas metromini 69 karena ulah pengamen bertato. Pengamen kadang membaca puisi yang memaki-maki pemerintah atau menceritakan baru keluar penjara dan minta uang untuk makan. Dengan alasan lebih baik minta daripada mencuri/mencopet. Menghindari pengamen bertato, Sulungku sering terlambat pulang karena harus mengambil jalan berputar. Maka Si sulung seringkali memilih naik angkutan yang dua kali lebih jauh menuju rumah tapi jarang pengamen seperti itu.

Tapi kejadian hari Minggu ini, membuat saya marah besar. Kembali kepada keinginannya menonton pertandingan basket. Di hari biasa kami tidak mengizinkan Si Sulung naik motor sendiri. Maka untuk hari inipun kami tidak megizinkan. Tapi mengingat kami juga pernah sekolah dan menyukai olahraga, walau cuma menonton, Papanya berkenan mengizinkan dengan catatan Papa ikut. Sulungku menolak.

Tawar menawar tidak berhasil dan Si sulung membatalkan niatnya dengan alasan, banyak tugas untuk hari Senin. Lalu ia sibuk di komputer menyelesaikan tugas. Karena printer sedang rusak, Sulungku mengajak adiknya untuk mencetak tugas di tempat fotocopi. Saya tidak memperhatikan apa yang dikenakan Si sulung. Nggak berapa lama si bungsu kembali sendiri. Saya tanya mana si kakak, dengan takut-takut adiknya menjawab, pergi nonton basket.

Saya marah sekali karena Si Sulung sudah membohongi kami (pergi tanpa ijin). Panjang-pendek saya ngomel ke Papanya. Papanya cuma jawab: Tunggu anaknya pulang. Singkat cerita Si Sulung pulang pukul 20.10. Langsung saya minta duduk. Saya langsung tanya maunya apa? Sudah berani melawan, membohongi orangtua dengan pergi diam-diam.

Reaksinya hanya diam dan memandang saya dengan tatapan marah. Saya katakan, dia tidak berhak marah tapi saya sebagai orangtua yang harus marah. Karena kami mengizinkan ia pergi asal dikawal Papanya. Alasan Papanya perlu ikut sudah dijelaskan panjang lebar. Pertama, info mendadak, kedua besok sekolah, ketiga \belum punya SIM, Keempat Tangerang adalah wilayah baru bagi kami. Tapi tawaran kami tidak ada yang diterima dan ia menjalani apa yang ia mau.

Kami jelaskan hidup itu bukan maunya sendiri. Dan diusianya yang baru 15 tahun, semua masih ada di bawah pengawasan dan tanggung jawab orangtua. Sulungku masih belum bisa menerima alasam-alasannya. Saya dan Papanya membiarkan. Tapi ia harus menerima sanksi.
Pertama. HP, harus diserahkan ke saya setiap pulang sekolah selama dua minggu. Ke sekolah kami izinkan bawa untuk komunikasi. Kedua, cuci piring setiap habis makan malam. Sanksi berlaku mulai hari Senin 10 Agustus 2015.

 Bagaimana besok, ya saya cuma menunggu dan akan melihat. Bagi saya penolakan atau kemarahan Si Sulung adalah proses. Biar saja. Tapi saya tetap harus tegas dan mengendalikan, sebelum semua menjadi lepas kontrol. Ini adalah proses lanjutan penerapan disiplin. Semoga saya bisa menjalani dan melakukan dengan benar tanpa harus melukai perasaan si Sulung.


Friday, August 07, 2015

Tertukar Sepatu

Masih seputar cerita seputar remaja remaja. Setiap hari Si Sulung bercerita dengan atusias mengenai kegiatannya di sekolah. Baik terkait dengan pelajaran, cara guru menyapanya dan interaksi dengan kawan-kawan. Sedikit berbeda dengan Si Bungsu yang tidak akan bercerita kalau tidak tanya.

Tadi pagi, sesaat sebelum berangkat Si sulung bercerita, kalau hari ini (Jumat, 7 Agustus 2014) akan menerima buku paket. Aku berpesan agar berhati-hati mengendarai motor dengan beban buku yang cukup berat.

SWeperti biasa dengan wajahnya yang jenaka ia menjawab "iya" sambil memeluk dan menciumku. Bahagia banget rasanya, si bocah lelaki kecil dulu, kini sudah seperti tiang listrik. Aku melepaskannya dengan senyum dan oda yang tak henti, hingga ia hilang dari pengelihatanku.

Karena hari ini, aku akan menghadiri undangan seminar yang diselenggarakan sebuah komunitas, maka aku baru akan bertemu anak-anak nanti malam. Benar saja, antar aku dan anak-anak hanya selisih 20 menit, tiba di rumah. Si sulung seperti biasa pulang ke Oma (Mamaku) untuk makan dan istirahat, lalu bangun tidur, jemput si Bungsu (karena masuk siang dan pulang sekitar 17.20) Baru keduanya pulang ke rumah.

Setiba di rumah, tanpa ganti baju hanya bebersih, aku langsung menyiapkan makan malam. Sementara Si bungsu dan Si sulung bergantian mandi. Baru aku yang membersihkan diri sebelum makan malam. Kami menikmati makan malam sederhana, sayur bening bayam + jagung, ikan goreng, telur dadar, pepes tahu dan sambel.

Usai makan malam, kami mencari possi paling enak di tempat tidur. Nonton tv sambil bercerita. Si Sulung bercerita, kalau tadi pagi sebelah sepatunya tertukar dan ia butuh waktu 3 jam untuk menemukan sebelah sepatunya.

Rupanya, Si sulung di minta petugas perpustakaan membantu menyiapkan paket buku yang akan di bagikan. Kelas satu ada 10 kelas dengan jumlah siswa baru sekitar 400. Pembagian buku dilakukan per kelas. Saat masuk kelas ketiga, Si Sulung minta izin gantian dengan yang lain dan diijinkan. Masuk perpustakaan diharuskan membuka alas kaki, jadi saat Su Sulung pamit di depan perpusatakaan ada puluhan pasng sepatu dengan model, ukuran dan warna yang sama yaitu; hitam. Ia langsung mengambil sepasang sepatu di tempat di mana tadi ditinggalkan.

Mungkin tipikal anak lelaki yang kurang teliti, Sulungku santai saja memakai. Baru terasa ada yang aneh setelah ia berjalan dan memperhatikan dengan detil kalau sepasang sepatu yang mebungkus kakinya tidak sama. Saat kembali ke perpustakaan, sudah berganti kelas ke empat. Sulungku menuju kantin yang kebetulan berdekatan dengan kelas ke tiga. ia memperhatikan kaki-kaki yang lalu lalang. Sulungku akhirnya menemukan sepatunya dipakai seorang gadis.

Dengan gaya santai Sulungku mendekati dan nyeletuk "Eh keren juga tuh sepatunya!" Si gafis spontan menoleh dan menjawab "Iya nih ada yang bawa sepatu gue". Sulungku tretawa dan menunjukan kakinya dengan cara mengangkat ke atas sedikit. Si gasid menoleh dan terbelalak "Hei itu sepatuku". Sulungku mengangguk, lalu membuka dan memberikannya pada si gadis. Si gadis menerima dengan cemberut. Sulungku teta[ tersenyum.

Sulungku bercerita hampir 3 jam ia mencari sebelah sepatunya, begitu etemu di judesin. Ia bercerita dengan tertawa. Aku menanggapi dengan mengatakan, "Sabarlah, yang seperti itu nggak perlu di masukkan ke hati". Jawaban sulungku sediiit mengejutkanku tapi aku pura-pura cuek. "Aku memang tetap tersenyum kok, aku bilang sama kawan-kawanku, biasalah kalau cewek PMS"

Gubrak! Aku sebagai emaknya langsung kaku di tempat. Kok tahu-tahuan istilah PMS-Pre Menstruasi Syndrome. Sulungku baru 15 tahun. Untung dia tidak memperhatikan wajahku yang mendadak tegang. Aku langsung mengalihkan wajah ke tv dan berkat, "Pkoknya sama anak perempuan tidak boleh galak!".

Monday, August 03, 2015

Menjadi Sahabat Bagi Anak Remaja

Masih cerita seputar remaja. Blogpos saya kemarin, mengenai 3 kunci berkomunikasi dengan anak remaja. Kali ini, saya mau menuliskan, bagaimana menjadi sahabat/kawan bagi anak remaja.
Dulu waktu saya remaja, saya merasa aturan yang dibuat kedua orangtua saya sangat menjengkelkan. Karena aturan aturan itu terasa sebagai pengekakangan. Aktifitas saya merasa terbatas karena memang dibatasi.
Berdasarkan hal itu dan dari hasil menuntut ilmu dari berbagi seminar tumbuh kembang anak & remaja serta obrolan sesama orangtua, saya berusaha menempatkan diri sebagai sahabat anak remaja. Menjadi sahabat anak remaja adalah upaya saya sebagai orangtua mengontrol pergaulan anak.
Sulung saya kini berusia 15 tahun dan Si bungsu berusia 12 tahun. Lain anak lain karakter. Apalagi keduanya lain jenis kelamin. Tapi karena saya selalu berdekatan, mengasuh dan membesarkan mereka, maka saya cukup mengenai karakter keduanya.
Dalam hal berkomunikasi dengan remaja kita harus bisa menempatkan posisi sebagai pendengar yang baik. Saat mereka anak-anak kita sebagai orangtua adalah pembicara yang baik. Berbicara yang baik-baik, memberi contoh ucapan yang baik dengan intonasi yang baik dan turut bahasa yang baik.
Menjadi pendengar yang baik adalah:
1. Membuka telinga lebar-lebar. 
2. Tidak memotong pembicaraan si anak remaja, 
3. Tidak mencela, 
4. Tidak menjadi orangtua yang sok pintar 
5. Kembalikan dalam bentuk pertanyaan.
Usai si anak remaja bercerita, cobalah mengenali gejolak perasaannya. Jangan langsung menjawab atau memberi saran/solusi/ menyimpulkan dari cerita si anak. Biasanya saya akan membalikan dalam bentuk pertanyaan seperti ini: Kalau menurut kamu, harusnya kawanmu bersikap bagaimana? Percaya deh, si anak remaja ini akan menggebu-gebu mengemukakan pemikirannya. Orangtua sebagai sahabat, cukup mendengarkan.
Sejak anak-anak sekolah, yang selalu berhubungan dengan pihak sekolah, sesama orangtua murid dan kawan-kawan anak-anak adalah suami saya karena saya terikat sebagai pegawai kantoran 8-17. Setelah saya berhenti kerja kantoran, suami mulai membagi peran dan tanggung jawab yang berhubungan dengan sekolah, sesama orangtua murid dan kawan anak-anak. Saya mulai menghafal nama-nama, kebiasaan, alamat rumah dari kawan-kawan anak-anak saya.

Mengetahui ketiga hal itu sangat membantu saya berkomunikasi dengan anak-anak. Karena saya bisa menanyakan kabar kawan-kawannya. Topik seputar kawan-kawan dan kebiasaan mereka menjadi bahan obrolan ringan. Tanpa sadar anak-anak leluasa bercerita mengenai kesukaan atau ulah usil yang mereka lakukan. Dengan mengetahui lingkaran pertemanan anak-anak, saya tahu anak-anak saya ada di mana. Sesekali saya ikut dalam permainana di antara mereka.
Berbicara dengan topik yang dekat dan disukai anak-anak, membuat mereka mudah bercerita. Cerita ringan bersama anak adalah awal komunikasi untuk masalah yang lebih serius. Menjadi sahabat bagi anak remaja adalah memberikan ruang di mana mereka merasa nyaman. Ketika anak remaja merasa nyaman, ia tidak akan ke mana-mana. Sebagai orangtua kita harus bisa memberi rasa nyaman itu. Kita harus mengetahui atau  mengikuti gaya bicara, termasuk istilah dalam pergaulan mereka.
Saya belajar untuk tahu istilah di kalangan anak-anak saya dan kawan merka.
Mager-malas gerak,
Coek-kacau/absurd,
Gegana-gelisah, galau dan merana, dan sebagainya.
Dulu kalau dibilang AGUS-yang dimaksud Agak Gundul Sedikit. Sekarang AGUS- Anak Gaul Unjuk SMILE. Menurut anak sulung saya, itu upaya menampakan wajah ceria. Gak masanya lagi anak-anak gaul berwajah suram.
Dulu kalau kita lambat merespon disebut TELMI-Telat Mikir
Sekarang ATM-Agak Telat Mikir/ Lola-loadingnya lama

Bukan mau gaul atau dianggap kekinian tapi ini upaya bisa tetap berkomunikasi dengan kedua anak saya yang remaja.Dengan menjadi sahabat bagi mereka, minimal mereka tahu, sebagai orangtua, saya ada dan akan selalu ada.

Sunday, August 02, 2015

3 Kunci Komunikasi dengan Remaja



Mempunyai sepasang anak menuju remaja, senang dan seru. Senang karena saya sudah melewati tahapan mendampingi masa anak-anak, di bawah 10 tahun dan di bawah 5 tahun. Mengingat mendampingi masa kanak-kanak, sama dengan belajar meningkatkan kesabaran. Karena pada masa kanak-kanak, saya dan suami sebagai orangtua, nyaris memegang kendali penuh dalam mendampingi Bas dan Van.

Jika mereka bermain di wahana tertentu atau berenang, salah satu antara saya dan suami harus ikut serta. Bukan tidak percaya tapi kami masih ingin mengawasi secara langsung. Begitu keduanya sudah di atas 10 tahun, kami sudah bisa lebih percaya melepas. Pengawasana bisa dilakukan dari jarak jauh. Tapi tetap dengan sedertan pesan berhati-hati


Pada perjalanan mendampingi kedua anak saya, saya menemukan 3 hal yang akhirnya saya sebut sebagai 3 Kunci Komunikasi dengan remaja. Remaja  menurut saya, berdasarkan apa yang saya baca dan saya ingat. Remaja adalah anak-anak dalam rentang usia 12-21 tahun. Terdiri dari 3 fase. remaja awal, 12-15, remaja  tengah 16-18 dan remaja penuh 19-21 th. Kedua anak saya berada remaja awal dan tengah. Van 12 tahun dan Bas 15 tahun.

Layaknya anak-anak dalam masa pencarian identitas diri sekaligus berharap pengakuan akan keberadaannya, mereka berada dalam situasi yang labil. Bersikap tegas belum mampu tapi keberadaannya ingin diakui. Kedua anak saya memiliki sifat yang berbeda. Bas, keras tapi humoris. Van sensitif dan serius.

Sifat mereka sudah saya kenal sejak masa balita. Pada Bas saya lebih sering melakukan pendekatan dengan penjelasan berdasarkan logika. Sedangkan dengan Van lebih pada pendekatan yang mengedepankan simpati dan empati. Inilah 3 kunci komunikasi yang saya maksud

1. Lakukan komunikasi disesuaikan situasi dan kondisi anak.
Jangan lakukan pembicaraan atau diskusi saat anak lelah.

2. Hindari pembicaraan saat anak tidak mau bercerita.
Sebagai orangtua, kita cenderung mencecar anak dengan berbagi pertanyaan seuasi anak beraktifitas. Padahal belum tentu anak ingin bercerita

3. Pancing anak dengan kisah kita lebih dulu.
Saya terbiasa menceritakan apa yang saya lakukan hari ini, baru masuk obrolan dengan hal yang dekat dengan aktifitas anak.

Ketiga cara ini cukup ampuh, memancing kedua anak saya bercerita mengenai apa yang mereka lakukan hari itu atau apa yang merka pikirkan mengenai apa yang sedang menjadi hit di antara kawan-kawannya.

Guru yang menyenangkan, guru yang jutek, kawan yang usil, kawan yang lucu adalah topik yang paling sering diobrolkan. Perlahan tapi pasti saya selalu melanjutkan  dengan mencari tahu siapa guru dan kawan yang mereka maksud. Ini berguna untuk mengenali sifat dan membekali anak, sikap yang harus mereka lakukan agar tentang asyik berhadapan dengan guru dan kawan-kawannya.

Menghindari lelucon yang bisa menimbulkan gesekan kesalah pahaman, juga menjadi pesan yang saya sampaikan saya bertukatr cerita dengan anak-anak. Tidak harus selalu dengan pujian tapi usapan dipunggung atau di pipi Bas dan Van, mereka tahu saya mencintai mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan keduanya.

Saturday, August 01, 2015

Berlibur di Rumah Nenek




Kegiatan berlibur di rumah Nenek, adalah salah satu kegiatan liburan favorite. Tahun ajaran baru 2015, kedua anak saya bersekolah di Tangerang. Keduanya bersekolah dengan jarak yang cukup jauh. Kalau dulu, setahu saya, ada saran-saran siswa bersekolah dekat dengan rumah. Kenyataannya terlalu banyak aturan yang brtolak belakang dan faktanya, tidak seperti aturan yang ada.

Kebetulan, rumah ibu saya berada di tengah jarak antara rumah tinggal saya dan sekolah kedua anak. Akhirnya rumah Nenek atau kami biasa menyebutnya Oma, menjadi persinggahan. Bas masuk pagi, sepulang sekolah akan singgah di Oma, makan lalu istirahat. Sementara Van sekolah siang. Karena Bas ada di Oma, sepulang Van sekolah, akan singgah di Oma juga supaya nanti bisa pulang bersama-sama.

Ini adalah minggu pertama sekolah. 3 hari pertama di isi dengan Masa Orientasi sekolah, selanjutnya perkenalam pelajaran ekstra. Kebetulan 31 Juli 2015 hari Jumat bertepatan dengan ultah Si Bungsu Van, maka kami sepakat berkumpul untuk melakukan pengucapan syukur. Atas selesainya MOS, Hut pernikahan saya (8 Juli) Hut Bas ke 15 th (27 Juli) dan Hut Van (31 Juli)



Saya menyiapkan mie ayam dan macaroni schootel. Selain itu sudah ada capcay, puyung hay serta ikan bakar dan ikan goreng. Makan malam seru bukan karena yang tersaji tapi siapa yang menyiapkan dan siapa yang memakan. Jika berkumpul begitu, rumah Oma nyraris nggak muat. Gelak tawa terdengar riuh. Plus tepuk tangan mengiringi kisah kedua anak saya dan sepupu mereka yang bercerita pengalaman mengikuti MOS.

Seperti dua tulisan saya sebelum ini, MOS yang membuat saya dan ortu lain stress, ditanggapi dengan enak sukacita. Tapi tetap saya beranggapan MOS dengan persyaratan membawa macam-macam benda nggak guna, cuma kegiatan yang sia-sia.

Selesai syukuran, anak-anak tidak ada yang mau pulang. Sayapun membolehkan dan ikut menginap. Menginap di rumah Oma, selalu menyenangkan. Selain saya dan kedua anak saya, ada adik saya juga dengan dua anaknya.  Jika menginap, maka saat tidur semua ruangan rumah Oma akan penuh. Mulai dari ruang tamu, ruang tv hingga kamar Oma. Bermodal kasur lipat dan bantal, kami akan tidur senyaman mungkin.





Di dekat rumah Oma tinggal beberapa kakak dan adik saya. Sehingga pagi-pagi saat bangun tidur sudah ramai. Suasan semacam ini yang selalu kami rindukan. Beberapa orang akan sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan minum. Serta siap-siap belanja dan memasak untuk makan siang. Tidak lama, datang lagi beberapa cucu-cucu yang usianya di bawah 10 tahun. Rumah Oma kian ramai. Anak-anak bermain congklak, monopoli atau gadget.



Saya tidak tahu akan berlama lama lagi suan seperti ini tercipta. Usia Oma kian tinggi. Berkumpul di rumah Oma, adalah upaya kami untuk teraus berada di dekat Oma. Saya berharap kedua anak saya punya kenangan yang menyenangkan bersama Oma.