Memperhatikan tumbuh kembang anak adalah kewajiban setiap orang tua. Aku termasuk orang yang suka mengamati pertumbuhan dan perkembangan anak-anakku. Walau aku tidak mencatat setiap pertumbuhan dan perkembangan Bas dan Van.
Aku mencatat beberapa persamaan tumbuh kembang antara Bas dan Van:
Gigi pertama tumbuh di usia 5 bulan.
Keduanya mengucapkan kata pertama ”Papa”.
Bisa berjalan pertama kali pada usia 13 bulan.
Sampai saat ini, aku mencatat dengan baik dalam memoriku setiap pertumbuhan dan perkembangan anak-anakku. Mungkin suatu saat akan ku tuangkan dalam tulisan. Karena pastinya suatu saat daya memori ini akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Aku jadi teringat ketika sedang asyik-asyiknya menikmati kebersamaan dengan anak pertama. Waktu itu Bas berumur sekitar delapan atau sembilan bulan. Wajahnya yang sangat menggemasan (kalau gak percaya lihat di blogku) namun bukan wajahnya yang mengejutkan aku tapi panggilannya.
Aku tengah bermain ciluk ba, ketika kudengar suamiku memanggil. Bas ada dalam boxnya sehingga aku bisa meninggalkan Bas dan menghampiri suamiku yang minta tolong diambilkan sesuatu. Setelah menolong suamiku, aku segera kembali menghampiri Bas. Aku terkejut karena ketika Bas kupanggil, ia menoleh dan berkata ”Icha”. Aku tertawa dan senang. Bas menyebut namaku!
Ku panggil suamiku dan memberitahunya lalu meminta Bas mengulang kata ”Icha”. Bas paham yang kami minta, kembali ia mengucapkan dengan benar. Ketika kami tertawa tergelak-gelak karena ia berkata Icha, aku mengangkat dan menciumnya. Bas senang buktinya ia tertawa dan berulang-ulang berkata Icha.....Icha.
Beberapa hari Bas senang mengucapkan kata Icha. Karena setiap ia berkata Icha, aku dan suamiku merespon dengan tertawa atau menciumnya. Mungkin Bas tahu dengan berkata Icha, ia membuat kami senang dan Baspun nampaknya senang kalau kami senang, sehingga kata Icha menjadi ucapannya berulang-ulang.
Persoalannya menjadi lain, ketika lama-lama kelamaan Bas mengucapkan kata itu sebagai panggilan buatku. Di barat anak memanggil ortu dengan namanya adalah hal biasa. Bagiku tidak demikian, perasaan sebagai ibu terusik. Dan ku pikir di Indonesia belum lah umum, anak memanggil ortu dengan namanya.
Hal pertama yang kulakukan adalah berdiskusi dengan suami. Ini harus di luruskan karena suamiku yang menyebut atau memanggilku demikian. Walau kami membahaskan mama atau papa saat berbicara dengan Bas ternyata itu tidak cukup. Kami juga harus membiasakan menyebut mama dan papa saat membahasakan diri masing-masing ketika bercakap-cakap walau tidak melibatkan Bas. Ya, Bastiaan sudah bisa mendengar.
Satu pelajaran lagi ku dapat dari anak-anak. Jangan menyepelekan mereka! Kami lupa kalau Bas sudah mendengar dan otomatis dalam masa pertumbuhannya ia akan belajar meniru apa yang di dengarnya. Dan Bas mendengar ketika papanya menyebut ”Icha”, aku menjawab. Kamipun membuat kesepakatan untuk membiasakan menyebut diri dan pasangan dengan mama atau papa. Bukan memanggil dengan nama masing-masing.
Setiap kali Bas menyebut Icha, aku dan papanya membetulkan dengan menyebut ”mama”. Lama kelamaan tak terdengar lagi Bas menyebut kata ”Icha”, Kecuali Bas di tanya, siapa mamanya? Lain halnya dengan Van, belajar dari pengalaman bersama Bas, kami menerapkan berbicara normal pada Van. Usia Van belum genap dua tahun ketika Van sudah bisa berbicara dengan sempurna termasuk penyebutan huruf R.
Masalah timbul ketika Van mulai menyukai menonton film di TV atau mendengar lagu di radio, pengucapan cepat kadang sampai di telinga Van tidak sama seperti yang diucapkan di TV akibatnya yang keluar dari mulut Van akan sama dengan yang di dengar telinganya. Seperti kata ”vampir”, Van mendengarnya ”sampir”, maka Van akan berkata sampir untuk menyebut vampir.
Perlu waktu dan kesabaran untuk meralat ucapan atau lafal yang salah. Seperti saat ini Van sedang berlatih menghafal menghitung angka dalam bahasa Inggris. Untuk angka tujuh dalam bahasa Inggris Seven, Van mengucapkannya ve (dengan e eperti dalam kata meja) ven (dengan e seperti pada kata kentang). Bastiaan yang selalu tertawa geli jika mendengar Van berhitung dalam bahasa Inggris. Bas senang sekali meminta Van mengulangi. Setiap Van mengulang maka setiap itu pula Bas terpingal-pingkal.
Aku dan papanya harus berulang-ulang dengan kesabaran yang besar dalam membantu Van menyebut kata vampir dan seven secara benar. Sekarang Van sudah bisa mengucapkan dengan baik dan benar. Namun harus aku akui, kadang-kadang bahasa yang digunakan Van agak terlalu tinggi untuk usianya yang baru tiga setengah tahun.
Saat teman sebayanya masih berbicara terbata-bata, aku sudah bisa berdiskusi dengan Van tentang kisah Tom & Jerry dengan bahasa yang baik. Termasuk penyebutan cewek untuk perempuan dan cowok untuk laki-laki.
Van paling senang membagi aku, papanya dan Bas dalam penggolongan cewek dan cowok. Van akan berkata, ”Aku dan mama, kamu (Maksudnya Bas) dan papa, karena kami cewek-cewek dan kamu cowok-cowok!” Atau dia akan berkata: ”Karena aku dan mama cewek-cewek, maka boleh cantik-cantik”. Biasanya ini digunakan Vanessa kalau dia ingin ikut menggunakan alat kosmetikku.
Suatu hari saat kami akan pergi, usai menyisir rambut dan menggunakan minyak wangi, Vanessa mendekati papanya dan berkata
”Pa, aku cantik gak?” tanyanya dengan genit
”Wah cantik sekali!’ Jawab papanya
”Aku juga sudah wangi loh!” kata Van lagi
”Coba papa cium” pinta papanya.
Namun sungguh, papanya di buat terkejut. Juga aku yang mendengar ketikan Van berkata “Sory yah, aku tidak terima cowok!”. Tak lama ku dengar papanya dan Van sudah tergelak-gelak sambil memeluk dan mencium Van.
”Siapa yang ajar, bicara seperti itu?” tanya papanya
”Aku sendiri dong!” jawab Van masih dengan tertawa.
Saat itu aku yang berdiri di dekat pintu dan melihat ke arah papanya, kam ihanya bertukar pandang, aku mengangakat bahu dan tersenyum. Aku pun tidak tahu darimana perempuan kecil yang belum lagi berusia 4 tahun ini, belajar berkata demikian. Namun yang pasti, aku semakin yakin, perbendaharaan kata dan kalimat Vanessa memang semakin banyak. (Icha Koraag, 10 Januarai 2007)
No comments:
Post a Comment