Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Wednesday, January 10, 2007

BAHASA BULAN


”Bahasa bulan” adalah istilah aku dan keluargaku untuk menyebut bahasa yang kerap di lafalkan main-main, namun terkadang menjadi serius karena terbawa saat anak bertambah besar. Seperti Mimi untuk minum, mamam untuk makan atau atit untuk sakit atau cayang, cedih untuk sayang dan sedih dan lain-lain.

Perhatikan ucapan berikut: ”Halo cayang, cudah banun. Ade mau mimi cucu?” kadang terdengar dari mulut ortu yang mendapati anaknya sudah bangun tidur. Inipun pernah saya gunakan berkomuniasi dengan Bas dan Van waktu mereka bayi. Seiring bertambahnya usia Bas dan Van, aku dan papanya membiasakan dengan pengucapan yang benar.

Kedua anakku. Bas dan Van mempunyai kemampuan bicara yang baik. Walau Van lebih baik sedikit dari Bastiaan dalam pengucapan kata. Bas sempat menggunakan kata ”Mimi” untuk mengartikan minum air putih. Tapi Van langsung berkata ”Minum”. Van bisa di bilang tidak menggunakan bahasa bulan.

Mulanya memang terdengar lucu saat Bas atau Van mengucapkan sesuatu dengan tidak sempurna. Misalnya ”Ma, mimi cucu!”. jika itu di ucapkan anak usia di bawah dua tahun mungkin mulanya terdengar lucu dan memang pantas diucapkan anak seusia itu. Baik bagi kita karena memahami apa yang dimaksud anak. Tapi bukan berarti seterusnya kita boleh menggunakan kata sesuai pengucapan si anak dalam berkomunikasi dengan anak.

Jika Bas atau Van berkata :”Mimi cucu” Aku sebagai orang dewasa di sekitarnya dan sering berdekatan dengan mereka, mengulang dan mempertegas dengan berkata ”Minum susu”. Dan aku ulangi terus menerus ”Adik mau minum susu?” ”Ini susu, nah adik minum yah!”

Walau anak mengucapkan mimi, sebagai orang tua kita harus melatihnya untuk mengucapkan minum. Karena apa yang mulanya nampak lucu tapi kelak akan bermasalah. Tahu-tahu kita dihadapkan persoalan, ”Loh kok anakku tidak berbicara dengan benar?” Bagaimana anak akan menirukan yang benar jika kita malah menggunakan kata atau pengucapan si anak dalam berkomunikasi dengan anak.

Kecenderungan orang dewasa dalam berbicara dengan bayi atau balita, selalu berusaha mengucapkan.melafalkan seperti ucapan bayi/balita. Padahal kalau kita mau sedikit menggunakan logika, bayi atau balita akan melafalkan tidak sempurna karena organ-organ bicara mereka belum tumbuh sempurna. Seharusnya sebagai orang dewasa kita mengucapkan dan melafalkan dengan baik dan benar, sehingga si bayi atau balita tahu mana yang benar.

Keseringan kita mengucapkan dengan versi balita akan membuat balita bepikir, ia sudah benar dalam mengucapkannya. Dalam satu perbincanganku dengan pakar psikologi perkembangan anak , Dra. Surastuti Nurdadi, M.Si atau biasa di sapa Mba Nuki, beliau mengatakan ”Ala bisa karena biasa, anak terbiasa mengucapkan salah maka bisa menjadi seterusnya salah!”

Ini berlaku bukan hanya untuk pengucapan kata, ini juga berlaku untuk pemahaman nilai-nilai sosial dan aturan kedisiplinan. Ketika kita tidak konsisten menerapkan aturan, maka anak akan belajar seperti apa yang tercontoh. Proses pembelajaran sederhana yang paling mudah adalah dengan model mencontoh.

Nah kalau sejak dini, anak terbiasa menggunakan istilah-istilah yang hanya dipahami di sekitar lingkungannya, maka dapat ditebak kelak anak akan bermasalah di lingkup yang lebih luas. Bukan sekali dua kali kasus anak-anak enggan sekolah lantaran di ejek karena ketika berbicara masih menggunakan ”bahasa bulan”. Kita punya andil menjadikan anak tersebut bahan ejekkan.

Sebelum terlambat jika anda sedang mempersiapkan kehamilan, sedang hamil atau bahkan sudah punya bayi, mari gunakan bahasa yang pengucapan benar agar kelak si kecil tak bermasalah dalam berkomunikasi di luar rumah. Jangan salahkan lingkungan yang tidak ramah tapi pastikan anda mempersiapkan anak-anak yang tangguh dan siap bersaing. (Icha Koraag, 9 Januari 2007)

No comments: