Masih seputar cerita seputar remaja remaja. Setiap hari Si Sulung bercerita dengan atusias mengenai kegiatannya di sekolah. Baik terkait dengan pelajaran, cara guru menyapanya dan interaksi dengan kawan-kawan. Sedikit berbeda dengan Si Bungsu yang tidak akan bercerita kalau tidak tanya.
Tadi pagi, sesaat sebelum berangkat Si sulung bercerita, kalau hari ini (Jumat, 7 Agustus 2014) akan menerima buku paket. Aku berpesan agar berhati-hati mengendarai motor dengan beban buku yang cukup berat.
SWeperti biasa dengan wajahnya yang jenaka ia menjawab "iya" sambil memeluk dan menciumku. Bahagia banget rasanya, si bocah lelaki kecil dulu, kini sudah seperti tiang listrik. Aku melepaskannya dengan senyum dan oda yang tak henti, hingga ia hilang dari pengelihatanku.
Karena hari ini, aku akan menghadiri undangan seminar yang diselenggarakan sebuah komunitas, maka aku baru akan bertemu anak-anak nanti malam. Benar saja, antar aku dan anak-anak hanya selisih 20 menit, tiba di rumah. Si sulung seperti biasa pulang ke Oma (Mamaku) untuk makan dan istirahat, lalu bangun tidur, jemput si Bungsu (karena masuk siang dan pulang sekitar 17.20) Baru keduanya pulang ke rumah.
Setiba di rumah, tanpa ganti baju hanya bebersih, aku langsung menyiapkan makan malam. Sementara Si bungsu dan Si sulung bergantian mandi. Baru aku yang membersihkan diri sebelum makan malam. Kami menikmati makan malam sederhana, sayur bening bayam + jagung, ikan goreng, telur dadar, pepes tahu dan sambel.
Usai makan malam, kami mencari possi paling enak di tempat tidur. Nonton tv sambil bercerita. Si Sulung bercerita, kalau tadi pagi sebelah sepatunya tertukar dan ia butuh waktu 3 jam untuk menemukan sebelah sepatunya.
Rupanya, Si sulung di minta petugas perpustakaan membantu menyiapkan paket buku yang akan di bagikan. Kelas satu ada 10 kelas dengan jumlah siswa baru sekitar 400. Pembagian buku dilakukan per kelas. Saat masuk kelas ketiga, Si Sulung minta izin gantian dengan yang lain dan diijinkan. Masuk perpustakaan diharuskan membuka alas kaki, jadi saat Su Sulung pamit di depan perpusatakaan ada puluhan pasng sepatu dengan model, ukuran dan warna yang sama yaitu; hitam. Ia langsung mengambil sepasang sepatu di tempat di mana tadi ditinggalkan.
Mungkin tipikal anak lelaki yang kurang teliti, Sulungku santai saja memakai. Baru terasa ada yang aneh setelah ia berjalan dan memperhatikan dengan detil kalau sepasang sepatu yang mebungkus kakinya tidak sama. Saat kembali ke perpustakaan, sudah berganti kelas ke empat. Sulungku menuju kantin yang kebetulan berdekatan dengan kelas ke tiga. ia memperhatikan kaki-kaki yang lalu lalang. Sulungku akhirnya menemukan sepatunya dipakai seorang gadis.
Dengan gaya santai Sulungku mendekati dan nyeletuk "Eh keren juga tuh sepatunya!" Si gafis spontan menoleh dan menjawab "Iya nih ada yang bawa sepatu gue". Sulungku tretawa dan menunjukan kakinya dengan cara mengangkat ke atas sedikit. Si gasid menoleh dan terbelalak "Hei itu sepatuku". Sulungku mengangguk, lalu membuka dan memberikannya pada si gadis. Si gadis menerima dengan cemberut. Sulungku teta[ tersenyum.
Sulungku bercerita hampir 3 jam ia mencari sebelah sepatunya, begitu etemu di judesin. Ia bercerita dengan tertawa. Aku menanggapi dengan mengatakan, "Sabarlah, yang seperti itu nggak perlu di masukkan ke hati". Jawaban sulungku sediiit mengejutkanku tapi aku pura-pura cuek. "Aku memang tetap tersenyum kok, aku bilang sama kawan-kawanku, biasalah kalau cewek PMS"
Gubrak! Aku sebagai emaknya langsung kaku di tempat. Kok tahu-tahuan istilah PMS-Pre Menstruasi Syndrome. Sulungku baru 15 tahun. Untung dia tidak memperhatikan wajahku yang mendadak tegang. Aku langsung mengalihkan wajah ke tv dan berkat, "Pkoknya sama anak perempuan tidak boleh galak!".
Tadi pagi, sesaat sebelum berangkat Si sulung bercerita, kalau hari ini (Jumat, 7 Agustus 2014) akan menerima buku paket. Aku berpesan agar berhati-hati mengendarai motor dengan beban buku yang cukup berat.
SWeperti biasa dengan wajahnya yang jenaka ia menjawab "iya" sambil memeluk dan menciumku. Bahagia banget rasanya, si bocah lelaki kecil dulu, kini sudah seperti tiang listrik. Aku melepaskannya dengan senyum dan oda yang tak henti, hingga ia hilang dari pengelihatanku.
Karena hari ini, aku akan menghadiri undangan seminar yang diselenggarakan sebuah komunitas, maka aku baru akan bertemu anak-anak nanti malam. Benar saja, antar aku dan anak-anak hanya selisih 20 menit, tiba di rumah. Si sulung seperti biasa pulang ke Oma (Mamaku) untuk makan dan istirahat, lalu bangun tidur, jemput si Bungsu (karena masuk siang dan pulang sekitar 17.20) Baru keduanya pulang ke rumah.
Setiba di rumah, tanpa ganti baju hanya bebersih, aku langsung menyiapkan makan malam. Sementara Si bungsu dan Si sulung bergantian mandi. Baru aku yang membersihkan diri sebelum makan malam. Kami menikmati makan malam sederhana, sayur bening bayam + jagung, ikan goreng, telur dadar, pepes tahu dan sambel.
Usai makan malam, kami mencari possi paling enak di tempat tidur. Nonton tv sambil bercerita. Si Sulung bercerita, kalau tadi pagi sebelah sepatunya tertukar dan ia butuh waktu 3 jam untuk menemukan sebelah sepatunya.
Rupanya, Si sulung di minta petugas perpustakaan membantu menyiapkan paket buku yang akan di bagikan. Kelas satu ada 10 kelas dengan jumlah siswa baru sekitar 400. Pembagian buku dilakukan per kelas. Saat masuk kelas ketiga, Si Sulung minta izin gantian dengan yang lain dan diijinkan. Masuk perpustakaan diharuskan membuka alas kaki, jadi saat Su Sulung pamit di depan perpusatakaan ada puluhan pasng sepatu dengan model, ukuran dan warna yang sama yaitu; hitam. Ia langsung mengambil sepasang sepatu di tempat di mana tadi ditinggalkan.
Mungkin tipikal anak lelaki yang kurang teliti, Sulungku santai saja memakai. Baru terasa ada yang aneh setelah ia berjalan dan memperhatikan dengan detil kalau sepasang sepatu yang mebungkus kakinya tidak sama. Saat kembali ke perpustakaan, sudah berganti kelas ke empat. Sulungku menuju kantin yang kebetulan berdekatan dengan kelas ke tiga. ia memperhatikan kaki-kaki yang lalu lalang. Sulungku akhirnya menemukan sepatunya dipakai seorang gadis.
Dengan gaya santai Sulungku mendekati dan nyeletuk "Eh keren juga tuh sepatunya!" Si gafis spontan menoleh dan menjawab "Iya nih ada yang bawa sepatu gue". Sulungku tretawa dan menunjukan kakinya dengan cara mengangkat ke atas sedikit. Si gasid menoleh dan terbelalak "Hei itu sepatuku". Sulungku mengangguk, lalu membuka dan memberikannya pada si gadis. Si gadis menerima dengan cemberut. Sulungku teta[ tersenyum.
Sulungku bercerita hampir 3 jam ia mencari sebelah sepatunya, begitu etemu di judesin. Ia bercerita dengan tertawa. Aku menanggapi dengan mengatakan, "Sabarlah, yang seperti itu nggak perlu di masukkan ke hati". Jawaban sulungku sediiit mengejutkanku tapi aku pura-pura cuek. "Aku memang tetap tersenyum kok, aku bilang sama kawan-kawanku, biasalah kalau cewek PMS"
Gubrak! Aku sebagai emaknya langsung kaku di tempat. Kok tahu-tahuan istilah PMS-Pre Menstruasi Syndrome. Sulungku baru 15 tahun. Untung dia tidak memperhatikan wajahku yang mendadak tegang. Aku langsung mengalihkan wajah ke tv dan berkat, "Pkoknya sama anak perempuan tidak boleh galak!".
No comments:
Post a Comment