Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Monday, August 03, 2015

Menjadi Sahabat Bagi Anak Remaja

Masih cerita seputar remaja. Blogpos saya kemarin, mengenai 3 kunci berkomunikasi dengan anak remaja. Kali ini, saya mau menuliskan, bagaimana menjadi sahabat/kawan bagi anak remaja.
Dulu waktu saya remaja, saya merasa aturan yang dibuat kedua orangtua saya sangat menjengkelkan. Karena aturan aturan itu terasa sebagai pengekakangan. Aktifitas saya merasa terbatas karena memang dibatasi.
Berdasarkan hal itu dan dari hasil menuntut ilmu dari berbagi seminar tumbuh kembang anak & remaja serta obrolan sesama orangtua, saya berusaha menempatkan diri sebagai sahabat anak remaja. Menjadi sahabat anak remaja adalah upaya saya sebagai orangtua mengontrol pergaulan anak.
Sulung saya kini berusia 15 tahun dan Si bungsu berusia 12 tahun. Lain anak lain karakter. Apalagi keduanya lain jenis kelamin. Tapi karena saya selalu berdekatan, mengasuh dan membesarkan mereka, maka saya cukup mengenai karakter keduanya.
Dalam hal berkomunikasi dengan remaja kita harus bisa menempatkan posisi sebagai pendengar yang baik. Saat mereka anak-anak kita sebagai orangtua adalah pembicara yang baik. Berbicara yang baik-baik, memberi contoh ucapan yang baik dengan intonasi yang baik dan turut bahasa yang baik.
Menjadi pendengar yang baik adalah:
1. Membuka telinga lebar-lebar. 
2. Tidak memotong pembicaraan si anak remaja, 
3. Tidak mencela, 
4. Tidak menjadi orangtua yang sok pintar 
5. Kembalikan dalam bentuk pertanyaan.
Usai si anak remaja bercerita, cobalah mengenali gejolak perasaannya. Jangan langsung menjawab atau memberi saran/solusi/ menyimpulkan dari cerita si anak. Biasanya saya akan membalikan dalam bentuk pertanyaan seperti ini: Kalau menurut kamu, harusnya kawanmu bersikap bagaimana? Percaya deh, si anak remaja ini akan menggebu-gebu mengemukakan pemikirannya. Orangtua sebagai sahabat, cukup mendengarkan.
Sejak anak-anak sekolah, yang selalu berhubungan dengan pihak sekolah, sesama orangtua murid dan kawan-kawan anak-anak adalah suami saya karena saya terikat sebagai pegawai kantoran 8-17. Setelah saya berhenti kerja kantoran, suami mulai membagi peran dan tanggung jawab yang berhubungan dengan sekolah, sesama orangtua murid dan kawan anak-anak. Saya mulai menghafal nama-nama, kebiasaan, alamat rumah dari kawan-kawan anak-anak saya.

Mengetahui ketiga hal itu sangat membantu saya berkomunikasi dengan anak-anak. Karena saya bisa menanyakan kabar kawan-kawannya. Topik seputar kawan-kawan dan kebiasaan mereka menjadi bahan obrolan ringan. Tanpa sadar anak-anak leluasa bercerita mengenai kesukaan atau ulah usil yang mereka lakukan. Dengan mengetahui lingkaran pertemanan anak-anak, saya tahu anak-anak saya ada di mana. Sesekali saya ikut dalam permainana di antara mereka.
Berbicara dengan topik yang dekat dan disukai anak-anak, membuat mereka mudah bercerita. Cerita ringan bersama anak adalah awal komunikasi untuk masalah yang lebih serius. Menjadi sahabat bagi anak remaja adalah memberikan ruang di mana mereka merasa nyaman. Ketika anak remaja merasa nyaman, ia tidak akan ke mana-mana. Sebagai orangtua kita harus bisa memberi rasa nyaman itu. Kita harus mengetahui atau  mengikuti gaya bicara, termasuk istilah dalam pergaulan mereka.
Saya belajar untuk tahu istilah di kalangan anak-anak saya dan kawan merka.
Mager-malas gerak,
Coek-kacau/absurd,
Gegana-gelisah, galau dan merana, dan sebagainya.
Dulu kalau dibilang AGUS-yang dimaksud Agak Gundul Sedikit. Sekarang AGUS- Anak Gaul Unjuk SMILE. Menurut anak sulung saya, itu upaya menampakan wajah ceria. Gak masanya lagi anak-anak gaul berwajah suram.
Dulu kalau kita lambat merespon disebut TELMI-Telat Mikir
Sekarang ATM-Agak Telat Mikir/ Lola-loadingnya lama

Bukan mau gaul atau dianggap kekinian tapi ini upaya bisa tetap berkomunikasi dengan kedua anak saya yang remaja.Dengan menjadi sahabat bagi mereka, minimal mereka tahu, sebagai orangtua, saya ada dan akan selalu ada.

3 comments:

Tira Soekardi said...

memang seharusnya begitu mbak, saay selalu menanyakan semua kegiatan mereka sambil aku juag suka cerita tentang aku dulu sekolah. jadi ceriatnya berkembang dan anak akan lancar bercerita. Walau kadang aku suak ketiduran dan kena jitak anakku, he, he...

rahmiaziza said...

Aku jadi mbayangin Thifa dan Hana kalo udah remaja, kemudian galau :( :D

Lidya Fitrian said...

gakberasa aku pasti akan mengalami ini juga ya anak-anak jadi ABG