Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Sunday, July 26, 2015

ANAK IKUT MOS, ORTU YANG REPOT


Tahun ini kedua anakku menjadi siswa baru di  tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Si Bungsu masuk SMP dan Si Sulung masuk SMA. Biaya adalah resiko setiap orantua yang ingin memberikan pendidikan layak. Tapi kerepotan akibat membantu anak-anak mengikuti MOS, rasanya nggak seimbang banget
MOS -Masa Orientasi Sekolah atau MBS-Masa Bina Siswa. Kenyataannya hanyalah lelucon sesaat. Sampai saat ini, saya belum melihat di mana manfaatnya, atas persyaratan yang harus di bawa kedua anak saya.



Si Bungsu harus membawa
-          Oriza Sativa yang ditanak = Nasi
-          Sayur basi = Sayur asem
-          Fermentasi kedele = Tempe
-          Lauknya Upin-Ipin = Ayam goreng
-          Lauk berbentuk pirin terbang = Telor ceplok
-          Susu tinggi = Susu Hi Lo
-          Plang nama dari kardus bekas dengan foto saat masih SD
-          Tas dari bahan daur ulang
-          2 buah bersisik
-          2 buah kanibal
-          2 balon gas
            Kue triplek itali = Tanggo
            Biskuit Itali = Biskuit Roma



Si Sulung harus membawa
-          Air fokus = Aqua
-          Nasi becek berkokok = sampai artikel ini saya tulis belum nemu makanan apa.
-          Plang nama dengan foto selfi
-          Obat sakit kepala
-          Obat sakit perut
-          Pena cepat : Bolpoin merk faster
-          Buah minion = Pisang
-          Bawa tas yang digunakan semasa SMP
-          Bawa buku bersampul merah dengan totol=totol jingga
-          Potong rambut model 321
-          2 balon gas
-          Minyak kayuputih
-          Pembalut wanita (Anak saya lelaki)



Atas semua tugas itu, saya dan Papanya yang stres. Masalahnya Sabtu saat briefing, diinformasikan Minggu semua siswa baru harus mengikuti psiko test dan harus sudah di sekolah pukul  7 pagi. Selesai psiko test jam 11.30, barulah kami berpacu dengan waktu mencari materi yang harus di bawa saat MOS hari pertama.

Mungkin sejak  beberapa hari ini, media sosial banyak menginformasikan kegalauan ortu yang anaknya ikut MOS. Walaupun tidak ada pembulian secara fisik, memenui persyaratan yang harus dibawa tetap terasa sebagai pembulian mental. Saya tidak melihat unsur pendidikannya.

Misalnya untuk melihat kepatuhan atau kedisiplinan, menurut saya masih banyak cara yang bisa di tempuh. Datang tepat waktu sudah meunjukan kedisiplinan.  Kalau dibilang menempa mental anak dengan mensyaratkan siswa baru menggunakan atribut lucu-lucuan, masih banyak cara lain. Misalnya, meminta tiap siswa baru minimal mengenal 20 nama kawan baru, 10 nama kawan baru plus alamat rumah, 5 nama kawan baru, termasuk alamat rumah dan no tlp.  Lalu satu kawan baru dengan data lengkap, nama ,alamat, no tlp, jumlah saudara, nama ortu dan lain-lain. Di sini siswa baru didorong untuk mencari informasi, lebur di tengah kawan baru.

Banyak cara lain yang lebih mendidik. Tapi entahlah apapun nama kegiatannya, tahun ke tahun saya tetap tidak melihat adanya perubahan. Keponakan saya yang juga masuk SMA, diharuskan membawa tas dari karung goni, topi dari baskom, kalung dari permen.  Tetangga saya lebih rempong lagi. Diharuskan membawa koran bekas 1 kg, kaleng bekas 2 buah, kardus bekas 2 buah. Saya melihat ini ada nilai ekonomisnya. Bisa jadi barang-barang tersebut bisa dijual. Tapi tetap tidak seimbang karena tetangga saya membeli se kg koran bekas seharga Rp. 10.000. Sedangkan kalau kita menjual se kg koran bekas hanya di hargai Rp. 1.000.

Ada yang bilang, rejeki abang yang jual koran bekas. Begitu juga dengan penjual balon gas. Reejeki setahun sekali. Kalau tujuannya bagi-bagi rejeki. Banyak cara lain yang lebih baik.  Misalnya adakan pentas seni, bazar kerajinan tangan dan makanan. Berjualan secara langsung adalah ujian mental yang luar biasa. Palagi jika ditarget besarnya uang yang harus dikumpulkan. Ada kerjasama, dan strategi dagang. Siswa langsung berhadapan dengan permasalahan kehidupan.


Tapi entahlah, saya seharian ini lelah banget. MOS 3 hari, ini baru hari pertama masih ada dua hari lagi. Padahal besok saya ada meeting dengan klien. Semoga tugas MOS hari kedua dan ketiga tidak serempong hari ini. Ini catatan saya untuk postingan nonstop 20 hari blogging.

6 comments:

Ani Berta said...

Yang masih menerapkan MOS seperti itu, pihak guru kurang memerhatikan para pengurus OSIS yang bikin kebijakan itu sepertinya Mba.
Sebab yang bikin2 gitu biasanya pengurus OSIS dan guru mengawasi sekadarnya saja.
Next mungkin ortu murid perlu kasih masukan langsung ke pihak sekolah supaya lebih edukatif dalam menerapkan MOS.

Ru'ya El Shaddiqah First said...

Nasi becek berkokok itu bubur ayam bunda sepertinya

Ru'ya El Shaddiqah First said...

Nasi becek berkokok itu bubur ayam bunda sepertinya

Kornelius Ginting said...

Semoga masa MOS segera berlalu dan meniggalkan kesan positif.. meskipun sedikit bertanya-tanya.. tujuan akhirnya apa dengan semua perlengkapan itu :)

bundayati.com said...

Icha, sekian puluh tahun yang lalu, beberapa kali Bunda juga ikut sibuk nyiapin peralatan untuk anak-anak yang silih berganti tahun ada kegiatan MOS itu. Tapi enjoy aja, emang sih keknya apa sih manfaat yang bisa melekat pada si anak itu.

Lidya Fitrian said...

mak sebenernya kalau misal gak ikutan boleh gak sih? repot banget ya