Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Sunday, August 27, 2006

BERGURU PADA ANAK..


Kata penyair Lebanon Khalil Gibran, anak hanyalah titipan dan mereka pula pemilik masa depan. Kalau almarhumah Ibu Inggit Gunarsih, mengantarkan Bung Karno ke Gerbang Kemerdekaan, maka aku berkeyakinan salah satu tugasku sebagai orang tua adalah mengantarkan anak-anak ke masa depan.

BanyaK sekolah formal atau non formal yang bisa meluluskan dan meloloskan para ahli. Mereka yang "lulus" biasanya menggondol ijazah sedangkan yang "lolos" tidak membawa ijazah. Mereka yang tidak membawa ijazah tidak berarti gagal karena bodoh. tapi bisa jadi karena tidak mengikuti ujian.

Para ahli yang lulus dan lolos bisa banyak memberi kita pelajaran. baik dari pengalaman mereka maupun dari hasil perenungan mereka. Kita yang mempelajari tentu yakin aKan pelajarannya karena yang mengajar sudah berpengalaman.

Tapi pernahkah kita mau belajar dari yang bukan ahli, bahkan umurnya pun baru seumur jagung. Putri bungsuku sejak bisa berbicara, ia sudah menunjukan kemampuannya mengkritisi banyak hal. Misalnya, jika aku menggunakan kata "gue" sebagai bentuk kata ganti "aku" atau"mama". Si bungsu itu akan berkata "Eh tidak boleh ngomong gue loh!"

Pagi tadi, kami semua terlambat bangun. Lantaran sampai jauh malam menemani Bastiaan belajar karena pagi ini akan ada ulangan. Karena Bas masuk pukul 07.00 maka pk. 06.30 suamiku mengantar lebih dulu. Di rumah aku memandikan Vanessa dan menggantikannya dengan seragam. Vanessa rapi, barulah aku merapikan diri. Pukul tujuh lewat sedikit suamiku pulang dari mengantar Bas, ia bergegas mandi dan siap-siapa berangkat sekalian mengantar aku dan Van.

Karena sudah pukul 7.40, suamiku rada-rada ngebut. Di tengah jalan raya yang berisik, si kecil Van bertanya; " Mama, lampu merah kan kita harusnya berhenti?" dengan santai aku menjawab " Iya sayang. Wah anak mama pandai sekali" Pujiku sambil membelai kepalanya. Tapi pertanyaan kedua, mengunci mulutku. Aku terasa KO. "Tapi kenapa lampu merah, papa tetap jalan?" Tanya Vanessa dengan polos.

Sesaat aku tidak punya ide, lalu aku berkata: "Coba tanya papa?" Vanessa pun mengulangi pertanyaan ke papanya; "Kenapa papa tetap berjalan padahal lampunya merah?" Suamiku agak gelagapan dan reaksi spontan yang keluar adalah mengelak: "Tadi sudah hijau kok!" Jawab suamiku.

"Tidak papa, aku lihat masih merah!" Jawab Vanessa bersikeras.Lalu ia melanjutkan. "Merah itu harus berhenti, supaya yang lain jangan macet!"
Ku lihat wajah suamiku senyum-senyum, aku tidak mau ia berbohong, maka aku colek pundaknya dan melotot.

"Oh tadi masih merah yah, nak? Wah papa salah dong. Maaf deh. Harusnya papa berhenti yah?" Tanya suami agak serius. Kali ini Vanessa yang tersenyum, "Lain kali jangan salah lagi yah. Nanti aku ingatkan!" Dan Vanessa pun kembali asyik memandang kendaraan di jalan raya.

Suamiku bergumam "Repotnya kalau punya anak kepinteran!" Aku berkata "Bukan repot, sebaliknya kita harus bersyukur, apa yang kita ajari dipahaminya dengan benar. Kita saja sebagai orang tua suka menggampangkan keadaan, dan hari ini kita dapat pelajar dari Vanessa. Pertama, bersikaplah konsekuen sesuai yang kita ajarkan pada anak. Kedua, Perlu berhati-hati dalam bertindak karena ada pengawas kecil yang tidak pernah diperhitungkan tapi mampu memberi peringatan'. Aku dan suamiku bertukar pandang sambil tersenyum.

Terimakasih Tuhan untuk putri kecil kami yang selalu memberi kehangatan, sehangat mentari di waktu pagi.
Van, terima kasih untuk menjadi pengawas kami. (Mama Van en Bas!)

No comments: