Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Tuesday, May 18, 2010

Jurnal Harian Bas dan Van







Masih seputar cara kreatif mendidik anak. Sebagai ibu bekerja, waktu saya sangat terbatas untuk anak-anak. Bukan sekali dua kali, saya harus mengusap dada karena laporan demi laporan dari anak-anak. Memiliki satu anak, mungkin sepi. Memiliki dua anak bukan mungkin ramai tapi pasti ramai!.

Karena selalu saja, yang satu menjadi si iseng dan yang satu menjadi si pengadu. Yang satu superior dan yang satu inferior. Setiap kali berhadapan dengan anak-anak yang siap mengadu, saya selalu menarik nafas panjang seraya berseru “ Tuhan berikan aku kesabaran seluas samudra!”
Habis itu, duduk dan memberi kesempatan anak-anak bergantian berbicara atau tepatnya melaporkan. Biasanya si adik, akan melaporkan kejadian yang dialami dan yang diamati. Giliran si kakak memberikan alasan atau mematahkan laporan si adik.

Lucunya, keduanya agak malas bercerita kalau ditanya mengenai apa yang dipelajari di sekolah. Si bungsu Vanessa, perempuan 7 tahun, masih lebih mau bercerita tentang apa yang dipelajari atau bagaimana kawan-kawan dan gurunya. Sedangkan si kakak Bastiaan laki-laki 10 tahun. Hanya akan menjawan dengan jawaban pendek.

Hingga suatu hari saya membelikan masing-masing satu buah bloknote bergambar toko jagoan (Batman) untuk si kakak dan gambar Barbie untuk si adik.Saya meminta mereka menuliskan semua yang mereka alami, lihat dan rasakan seharian. Juga keinginan-keinginan mereka. Dengan janji mama tidak akan bertanya seputar sekolah dan kegiatannya. Van dan Bas tidak lagi melaporkan kejadian dalam keseharian secara verbal.

Pertama membaca jurnal harian keduanya, geli benar rasa hati ini. Namun sebuah kebanggaan mengalir hangat di relung hati. Keduanya mampu menuangkan dalam bentuk tulisan walau dengan segala keterbatasan kemampuan mereka dalam berbahasa.
Tulisan Bastiaan,
Kamis, 4 Februari.
Aku sekolah bersama adik diantar papa naik motor. Sedikit basah karena gerimis. Tiba di sekolah tidak terlambat, terus aku langsung masuk kelas. Jam istirahat aku ditendang sama Mathew di bagian perut, keras sekali. Aku kesakitan dan aku menangis. Terus aku lapor sama bu guru . Mathew dipanggil lalu disuruh minta maaf. Aku memaafkannya terus kami kembali bermain bersama.

Membaca jurnal Bastiaan, saya gemas, marah dan kesal. Karena Jurnal itu saya baca 2 hari kemudian dari saat Bas menulisnya. sayamemang tidak berniat membaca rutin karena saya tidak ingin Bas atau Van merasa saya mengawasi mereka. Saya akan membaca kalau mereka menyodorkan jurnal mereka.

Bayangkan seandainya terjadi sesuatu pada Bas dan saya tidak tahu. Saya akan menyesal seumur hidup. Sejak itu saya memutuskan membaca Jurnal mereka setiap hari tanpa sepengetahuan mereka. Menindaklanjuti kejadian Bas ditendang Mathew, saya membicarakan hal ini dengan papanya. Saya minta papanya berbicara dengan Mathew. Sementara saya berbicara dengan Bas.
Saat asyik menemani mereka belajar, saya memulai pembicaraan.
“Kak, kemarin di tendang Mathew?” Tanya saya sesantai mungkin
“He he” jawabnya sambil tetap mengatur buku.
“Sakit?” Tanya saya
“Sakitlah, aku sampai nangis!” Jawab Bas tetap tenang
“Emang kakak lagi apa, sampai di tendang Mathew?” Tanya saya lagi
“ Lagi bercanda, lari-lari” Jawab Bas lagi
“Mathew gak sengaja nendangnya?” Tanya saya
“Sengajalah. Dia datang ke aku terus langsung nendang!”
“Sebelumnya kakak bikin apa sama Mathew?” Tanya saya lagi.
“Gak bikin apa-apa Ma. Mathew aja lagi ngaco!’ jawab Bas.
“Kakak bilang sama ibu guru?” Tanya saya
“Iya, Mathew dipanggil, dimarahin terus suruh minta maaf sama aku!’ Ujar Bas
“Terus sekarang masih sakit?” tanyaku
“Sudah enggak. Aku kuat!’ Jawab Bas.
“Coba peluk mama dulu!’ Pinta saya sambil membuka lebar kedua tangan. Bas menghampiri dan masuk dalam దేకపాన్ saya.
“Anak mama hebat tapi bilang sama Mathew, mama dan papa akan marah sekali kalau Mathew menendang Bas lagi!” ujar saya ditelingan Bas. Bas tak menjawab, ia hanya mengeratkan pelukannya.

Lain Bastiaan. Lain Vanessa. Si bungsu ini lebih banyak mengekpresikan keinginan-keinginan dalam jurnal hariannya.
Tulisan Vanessa
17 Maret 2010. Hari Rabu.
Hari ini ulang tahun Bang Eki. Dia adalah abang sepupuku yang sudah meninggal 12 Desember 2009. Kata mama kita tidak merayakan ulang tahun orang yang sudah meninggal. Jadi hari ini kami tidak ke rumah Ibu Tiwi Nanti hari Sabtu baru kami akan ke rumah Ibu Tiwi untuk mengenang 100 hari meninggalnya Bang Eki. Aku sedih, aku sayang Bang Eki. Tapi Bang Eki sudah di kubur. Aku ingin lihat Bang Eki tapi tidak bisa. Aku ingin Ibu Tiwi tidak sedih lagi tapi aku saja masih sedih. Tuhan, jaga Ibu Tiwi yah.


Note: (Ibu Tiwi adalah kakak saya no 5. Karena bungsunya bernama Tiwi, maka anak-anak saya memabahasakan kakak saya dengan Ibu Tiwi)
Entah mengapa ada kebahagiaan sendiri membaca jurnal anak-anak. Saya yakin dengan kemampuan mereka menuliskan apa yang mereka lihat, dan rasa, akan memperkaya dan meningkatkan kemampuan mereka terhadap bahasa dan berbicara. Dan yang lebih menyenangkan lagi, kegiatan lapor melapor sedikit berkurang.

1 comment:

Sara Amijaya said...

ide tentang jurnalnya keren ak....suka