Buah Hatiku

Buah Hatiku
Van en Bas

Wednesday, February 28, 2007

UNGKAPKAN RASA KESAL!

Kepalaku nyaris sakit karena laporan Bas dan Van secara bergantian mengenai kelakuan mereka. Artinya Bas akan melaporkan atau mengadukan prilaku Van dan sebaliknya Van pun akan mengadukan prilaku Bas. Padahal bukan sekali dua kali aku menekankan bahwa mama paling tidak suka dengan anak pengaduan.

Maksudku, aku tak ingin kedua anakku selalu mencari penyelesaian lewat orang ketiga walau orang ketiga itu adalah aku, mamanya. Karena aku menginginkan mereka bel;ajar menyelesaikan persoalan yang mereka timbulkan sendiri. Aku ingin mereka mengambil inisiatif dan menerapkan aturan yang timbul dalam permainan yang sedang mereka mainkan.

Dan inilah hari-hari yang kulalui dengan kedua anakku Bas dan Van. Pada keduanya aku lebih banyak menerapkan aturan umum. Misalnya, bagaimana bersikap yang baik walau hati sedang kesal. Bas sempat memprotesku .

“Itu namanya berdusta dong kalau lagi kesal tapi pura-pura tidak kesal.!” Ujar Bas
“Bukan berdusta, kita tidak perlu menunjukkan kekesalan kita, dengan menghindar, misalnya!” jawabku
“Darimana orang lain tahu kalau kita sedang kesal?” tanya Bas lagi
“Apa perlu orang lain tahu kalau Bas sedang kesal?” ujarku balik bertanya
“Yah tidak perlu sih!” jawabnya
“Nah, gampangkan!” ujarku
“Kalau kita kesal dengan orang itu?” Tanya Bas penasaran
“Kesal dengan orang itu atau karena perbuatannya?”
“Perbuatannya!” jawab Bas.
“Kalau perbuatannya membuat Bas kesal, katakana saja pada orang itu. Katakan Bas tidak suka dengan perbuatannya karena apa” kataku
“Karena perbuatan itu tidak betul!” kata Bas lagi
“Misalnya?”
“Van suka main curang!”
“Bukan curang, Van belum sepandai Bas, jadi ada aturan mainan yang belum dipahami Van. Tugas Bas mengajar Van sampai mengerti, sehingga Van tidak bermain curang.” Ujarku panjang lebar
“Tapi aku suka kesal karena Van tidak mau mendengar kata-kataku!” ujar Bas
“Kalau Bas bicaranya setengah berteriak, pasti Van tidak mau dengar. Tapi kalau Bas bicara baik, pasti Van mau dengar. Kalau Van tetap tidak mau dengar, baru Bas bilang sama mama!’ jawabku
“Ya, ma!” jawab Bas
“Nah sekarang masih mau main sama Van?” tanyaku
“Iya” Jawab Bas.
“Mari sekarang peluk mama!:” ujarku sambil mengembangkan kedua tanganku. Bas masuk dalam peluikanku. “Terima kasihku Tuhan, kau percayakan Bastiaan dalam pengasuhanku!” Doaku dalam hati.

Memang bukan hal mudah bagi Bas untuk bermain dengan Van, jarak usia tiga tahun membuat kemampuan mereka tidak berimbang. Tapi aku percaya Bas mampu menjadi kakak yang baik. Cuma memang aku harus banyak berbicara dan mengajarkan Van tentang aturan main dan aturan kedisiplinan. Kadangkala Van sangat yakin ia selalu dimenangkan lantaran tahu lebih kecil dari Bas. Ada tahapan lain dimana aku merasa Van lebih matang dari usianya, tapi ada juga kemampuannya yang tetap belum berimbang dengan kemampuan Bas.

Di sela-sela aku mengetik di komputer, Bas dan Van berulang-ulang menginterupsiku untuk menanyakan King dan Queen, atau antara As dan Joker, mana yang menang. Waktu banjir yang lalu, cuaca membuatku tak mengizinkan mereka bermain sepeda di luar rumah. Sebagai gantinya aku mengajari mereka main kartu dan itu tadi hasilnya.

Bersama Bas dan Van, membuat aku semakin banyak belajar memahami tumbuh kembang mereka. Bukan semata pertumbuhan dan perkembang fisik tapi juga pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan mereka. Mudah-mudahan aku belum terlambat mengukir masa kecil yang menyenangkan untuk mereka. Aku tak berharap mereka mengenangku sebagai ibu yang baik, aku ingin mereka mengenang masa yang menyenangkan bersamaku.

Karena masa itu tak akan pernah terulang. Dan bila aku melakukan kesalahan, tidak akan pernah bisa diperbaiki. Bahkan hanya meninggalkan penyesalan. Dan sebelum itu terjadi, aku berusaha tidak terjadi agar penyesalan dikemudian hari tak pernah ada. (Icha Koraag, 20 Februari 2007)

No comments: